Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bingar Bimantara

Jokowi Bapak Ibu Kota Negara

Politik | Wednesday, 21 Apr 2021, 14:13 WIB
Foto: Presiden Joko Widodo (Sumber: Kanigoro Newsline)

Pemerintahan Presiden Joko Widodo begitu semangat untuk merampungkan ide gila pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimatan Timur. Pasalnya isu pemindahan ibu kota menjadi isu turun temurun, bahkan mulai rezim Presiden Soekarno hingga presiden sebelum Joko Widodo, Susilo Bambang Yudhoyono isu ini tak pernah berhasil dieksekusi.

Visualisasi penampakkan desain burung garuda istana negara di proyek Ibu Kota Negara (IKN) menggegerkan warga dunia maya. Ada yang menyambut secara positif namun juga sebaliknya. Menteri PPN/Bapenas Suharso, membenarkan bahwa pemerintah akan mulai membangun istana presiden pada mega proyek IKN pada 2021 ini (Liputan 6, 30/04/2021).

Akibat pandemi proses pembangunan IKN urung dilakukan, dan kini pemerintah sudah tancap gas untuk melanjutkan lagi pada tahun 2021. Namun kini kondisinya berbeda, pemerintah yang (katanya) fokus dalam penanganan Covid-19 dan membangkitkan pertumbuhan ekonomi rakyat justru berencana melanjutkan mega proyek ini tanpa memperdulikan pandemi yang masih merajelala.

Pemindahan Ibu kota baru di masa sulit seperti ini sama sekali tidak ada urgensinya. Apabila dilakukan pada masa ekonomi normal sah-sah saja, namun dalam kondisi anggaran yang semrawut justru proyek ini hanya akan membenani keuangan negara. Saat ini Indonesia sudah kalang kabut soal anggaran dalam mengentaskan pandemi. Utang kita dimasa pandemi justru meroket mancapai Rp 6.058 triliun per Januari 2021, naik sebesar 2,6% (Detik Finance, 15/03/2021). Siapa yang menanggung utang itu nanti? Tentu saja kita, anak, dan cucu kita kelak.

Masyarakat awam saja sudah bisa menaksir bahwa pemindahan Ibu kota akan memakan biaya selangit. Kita tidak lagi membangun satu-dua gedung, namun memindahkan beragam kantor lembaga negara dan tetek bengek lainnya yang ada di Jakarta dipindahkan ke lokasi baru IKN di Penajam Paser Utara.

Sudah barang mesti anggaran ratusan triliun yang digelontorkan untuk membangun lokasi elit baru ini. Lalu bagaimana dengan pandemi Covid-19? Program vaksinasi, bantuan sosial, subsidi listrik, kuota belajar, dan insentif bagi pengusaha. Belum lagi program-program tersebut banyak bermasalah lantaran sudah terbukti menjadi bancakan para koruptor untuk menimbun kekayaan. Proyek Ibu kota baru sudah pasti tidak lepas dari ancaman korupsi, disana ada banyak oknum yang siap berfoya-foya.

Seberapa urgen sebenarnya ibu kota negara perlu dipindahkan? Dalam perkembangan zaman yang sudah modern ini seberapa penting posisi Ibu kota berada di tengah-tengah dalam wilayah suatu negara? Kini semua serba digitalisasi, akses jangkauan sudah sangat mudah. Alibi untuk pemerataan kesejahteraan dan meningkatkan perekonomian adalah alasan klise yang birokratis. Upaya pemerataan meningkatkan kesejahteraan tidak perlu susah-susah memindahkan ibu kota, cukup dengan mengembangkan potensi ekonomi di wilayah tersebut dengan membangun kabupaten/kota yang sudah ada.

Apabila pemerintah masih ngeyel memindahkan ibu kota, selayaknya tidak perlu membangun daerah yang benar-benar baru. Pindahkan saja ke kota yang sudah mapan seperti Samarinda atau Balikpapan. Dua kota tersebut adalah dua kota terbesar di Kalimatan Timur, memiliki infraktruktur yang sudah memumpuni. Pemerintah tinggal membangun segala gedung-gedung pemerintah pelengkap yang diperlukan termasuk istana negara atau kantor kenegaraan lainnya. Sehingga tidak perlu lagi membangun infrastruktur yang mendasar seperti jalan, bandara, terminal, pelabuhan dan fasilitas umum lainya.

Kita belajar saja dari Amerika Serikat. Tidak pernah mendengar ibu kota Amerika Serikat bahwa Washington DC yang berada ujung timur dipindahkan karena alasan kesejahteraan dan pemerataan. Sejarah mencatat, selama 250 tahun tidak pernah pemindahan ibu kota Amerika dipindah di tengah dengan alasan kesejahteraan.

Selain Amerika Serikat, contoh lain di Inggris, London sebagai ibu kota terletetak di selatan wilayah Inggris. Kalau dipindahkan opsi yang ideal di kota Manchester. Dua negara diatas tetap dapat menjadi negara maju. Hemat penulis, tidak ada korelasi kesejahteraan dengan ibu kota dipindahkan dan harus berada ditengah. Mempermudah konektivitas iya, namun kesejahateraan dapat dibangun dengan pembangunan yang tertata, merata, dan terstruktur secara terencana jangka panjang.

Ide pemindahan ibu kota sah saja dilakukan. Namun harus dapat melihat kondisi negara kita terkini. Rencana pembangunan ibu kota baru telah dimaksukkan kedalam program Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2019- 2024. Praktis saat Presiden Joko Widodo mangkat menjadi presiden diharapkan IKN telah resmi dipindahkan.

Alasan lain yang sedikit nyeleneh mungkin Pak Joko Wido ingin dicatat dalam sejarah sebagai satu-satunya Presiden Indonesia yang mampu memindahkan ibu kota negara. Kita tahu setiap Presiden Indonesia memiliki julukkan sendiri. Misal saja, Presiden Soekarno dikenal dengan Bapak proklamator karena beliau sebagai orang yang memproklamirkan kemerdekaan negeri ini. Lalu Presiden Soeharto dikenal dengan Bapak pembangunan sebagai presiden yang masif membangun infratruktur pada zaman orde baru.

Selanjutnya Presiden BJ Habibie dikenal dengan Bapak teknologi Indonesia karena memiliki kepiawaian soal teknologi khususnya pesawat terbang. Presiden Abdurrahman Wahid dikenal dengan Bapak pluralisme sebab perhatiannya kepada umat Khonghucu dan kelompok marjinal. Presiden Megawati dikenal dengan Presien Perempuan pertama di Indonesia. Sedangkan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dikenal sebagai Bapak Demokrasi sebab presiden pertama yang dipilih oleh rakyat lewat pemilu.

Lalu bagaimana dengan Presiden Joko Widodo? Apabila mega proyek pemindahan IKN kelar, mungkinkah Presiden Joko Widodo akan berharap sejarah akan mencatat dirinya sebagai Bapak Ibu kota Negara?

Bingar Bimanrtara, Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara Universitas Trunojoyo Madura (UTM)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image